
Digitalisasi dan Emas Jadi Motor Laba BSI Tumbuh Dua Digit di Awal 2025
Jakarta, 30 April 2025 – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatatkan kinerja positif pada tiga bulan pertama tahun 2025. Dorongan utama datang dari strategi digitalisasi dan penguatan lini bisnis emas yang berhasil mendongkrak laba bersih perseroan sebesar 10% secara tahunan menjadi Rp1,88 triliun.
Plt Direktur Utama BSI Bob T Ananta mengungkapkan peningkatan signifikan pada fee based income (FBI) menjadi salah satu penyumbang utama pertumbuhan laba tersebut. “FBI BSI tumbuh 39,3% menjadi Rp1,7 triliun. Secara komposisi fee based ratio juga naik signifikan per Maret 2025 dari 16,91% ke level 20,35%,” kata dia.
Ia menuturkan bahwa transformasi transaction banking menjadi pondasi bagi kenaikan FBI tersebut. Hal ini diwujudkan melalui berbagai inisiatif seperti peluncuran BYOND by BSI, penambahan Electronic Data Capture (EDC), QRIS BSI, dan ekspansi bisnis emas menyusul penetapan BSI sebagai bank emas oleh Presiden RI. “Dalam kondisi ekonomi global yang challenging, emas telah menjadi jalan keluar bagi investor untuk menempatkan dananya dan ini menjadi big opportunity bagi BSI,” ungkapnya.
Pertumbuhan sektor emas pun melesat tajam. Nasabah pengguna layanan emas BYOND by BSI meningkat sekitar 28% menjadi sekitar 119 ribu hingga Maret 2025. Sementara itu, saldo emas BSI menembus 621 kilogram. Nilai bisnis emas tumbuh hingga 81,99% secara tahunan menjadi Rp14,33 triliun, dengan cicil emas sebagai pendorong utama sebesar Rp7,37 triliun (naik 168,64% YoY), dan gadai emas mencapai Rp6,96 triliun (naik 35,65% YoY).
Bob menekankan bahwa bisnis emas kini menjadi penopang penting pertumbuhan anorganik BSI di tengah situasi ekonomi global yang masih penuh tantangan.
Di sisi lain, pertumbuhan aset BSI mencapai Rp401 triliun per Maret 2025 atau meningkat 12% secara tahunan. Direktur Finance & Strategy Ade Cahyo Nugroho menjelaskan bahwa Dana Pihak Ketiga juga mengalami kenaikan 7,4% menjadi Rp319 triliun, dengan kontribusi dominan dari dana murah (CASA) sebesar 60,96%.
Pembiayaan BSI tumbuh 16,21% YoY menjadi Rp287,2 triliun, terdiri dari segmen konsumer, emas, dan kartu senilai Rp156,71 triliun (naik 16,08%), segmen wholesale Rp80,62 triliun (naik 17,28%), dan retail Rp49,87 triliun (naik 14,91%). Kualitas pembiayaan tetap terjaga dengan rasio NPF Gross sebesar 1,88% dan cost of credit (CoC) di level 0,93%.
Ade Cahyo juga menyoroti tren peningkatan preferensi masyarakat terhadap perbankan syariah. “Kami menyadari mulai ada tekanan likuiditas. Dan karena itu kami harus mengantisipasi dengan fokus pada strategi untuk menumbuhkan bisnis yang prudent dan tentu menjaga efisiensi agar perseroan tetap dapat membukukan kinerja sesuai target yang telah ditetapkan.”
BSI juga mencatat peningkatan minat terhadap bank syariah berdasarkan survei 2024. Jumlah kelompok Universalis naik menjadi 30% dari 25,6%, sedangkan kelompok Konformis tumbuh dari 20,6% menjadi 29,1%. Hal ini membuka peluang besar dengan total preferensi syariah mencapai 59,1%.
Rasio profitabilitas perusahaan juga terjaga. ROE BSI mencapai 17,58%, sementara ROA berada di level 2,43%. Digitalisasi pun terus digenjot dengan 7,9 juta pengguna mobile banking termasuk BYOND by BSI, serta kehadiran BEWIZE by BSI sebagai layanan terpadu untuk kebutuhan transaksi nasabah wholesale.
Kinerja keberlanjutan juga menjadi perhatian dengan pembiayaan berkelanjutan mencapai Rp72,6 triliun yang terdiri dari green financing Rp14,6 triliun dan social financing Rp58,0 triliun. Selain itu, BSI mengelola Sustainability Sukuk senilai Rp3 triliun serta menjalankan berbagai program seperti pembangunan green building, penggunaan kendaraan listrik, dan gerakan 1 rumah 1 pohon. (Redaksi)